Oleh Firhan Vardha Novian
Sudah satu bulan lebih
semenjak kasus pertama infeksi virus corona di umumkan, tak hanya jumlah kasus
yang terus bertambah tapi juga muncul sederetan peristiwa stigmastisasi di
tengah pandemi, seperti di ungaran Jawa Tengah beberapa hari lalu sempat
beredar video penolakan pemakaman jenazah seorang perawat yang positif corona
penolakan dilakukan oleh sekelompok warga.
Naasnya penolakan ini
dilakukan oleh RT dan dua warga setempat, banyak hal serupa yang terjadi khususnya
di daerah Jawa Tengah, sampai sampai Gubernur Jawa Tengah Pak Ganjar Pranowo
langsung meminta maaf kepada keluarga yang terkena penolakan.
Hal – hal seperti inilah
yang seharusnya “Dibasmi” karna penyakit masyarakat ini akan lebih memberatkan
dari pada corona itu sendiri. Di kala pandemi perawat wajib jadi sahabat bagi
pasien yang sendirian, mereka yang bekerja sebagai tenaga medis punya satu
kredo dalam melakukan profesinya: tidak bakal menolak pasien yang butuh
pertolongan.
Petugas kesehatan
merupakan garda terdepan yang harus di berikan penghargaan disaat seperti ini,
banyak hal yang mereka korbankan, waktu, tenaga, tidak bertemu keluarga, bahkan
nyawa, setidaknya sudah ada 20 orang lebih perawat dan dokter yang menginggal
di saat pandemi ini, sungguh miris ketika para pahlawan kita yang berjuang di
garis depan mengorbankan diri namun di saat terahirnya jasadnya ditolak oleh
temmpat tinggalnya.
Bahkan tak hanya jasadnya
yang ditolak, terkadang lingkungan keluarganya pun dikucilkan karna ketakutan
masyrakat tertular virus ini, sudah di kucilkan tak ada bantuan. Sikap ke
khawatiran ini sudah menjadi ketakutan dan menjadi berlebihan dan tidak di
imbangi dengan empati, Kemampuan bersimpati, tidak bisa membayangkan jika
posisinya seperti korban dan adanya disinformasi di masyrakat ini.
Empati, simpati dan
informasi menjadi hal yang penting disaat suasana seperti ini. Parahnnya lagi
apabila mulai muncul yang Namanya diskriminasi sosial karna ketakutan yang
berlebih itu. Padahal semua hal itu sudah sesuai dengan protocol yang ada
kurangnya infromasi seperti inilah yang membuat masyarakat berpikir negatif,
tidak ada pengetahuan akan hal itu menjadi pemicu munculnya stigma di
masyarkaat.
Seharusnya masyrakat
dapat menolong sesama antar warga yang menjadi ODP, PDP, tenaga medis, tidak
mengucilkan keluarganya, disaaat seperti ini mereka butuh semangat dorongan
dari kita agar tetap bisa melanjutkan hidupnya, namun bantuan pun harus
disalurkan sesuai protocol yang ada. Apabila tidak bisa menolong setidaknya
tidak mengucilkan atau membuat berita berita yang tidak benar di lingkuangan
sekitarnya yang dapat menggiring opini.
Sudah saatnya kita saling
bergotong royong, mentaati aturan pemerintah diam dirumah saja tidak bepergian
keluar, jika terdesak gunakan perlindungan diri sperti masker, langsung mandi
apabila sudah sampai dirumah, masih banyak saya lihat masyarakat sepertinya
tidak mengindahkan imbauan ini, tidak mau lingkuangannya tekena dampak namun
sendirinya masih tidak bisa mengindahkan aturan yang ada.
Jangan sampai dengan
merasa sehat diri kita, masih zona hijau, kita menjadi tenang saja menghadapi
ini semua, harus muncul rasanya waspada yang di imbangi dengan ilmu agar kita
tetap bisa aman tetapi sesuai dengan aturan yang ada, janganlah panik berlebih
apabila memang ada tetangga kita yang menjadi korban COVID-19 ini, support
mereka agar tetap semangat.
STOP STIGMA CORONA
*Firhan Varda Novian, Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Sunan Gunung Bandung